Konsep Diri Suku Dayak

Suku Dayak merupakan sebutan untuk orang-orang yang hidup di pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan) yang masih memelihara adat istiadat, hukum adat dan budaya yang khas. Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Selama ini suku Dayak identik dengan penduduk lokal Kalimantan yang beragama Kristen atau yang beragama adat, padahal terdapat pula suku Dayak yang memeluk agama Islam. Keberadaan suku Dayak yang beragama Islam merupakan hal yang berkaitan dengan konsep diri. Berdasarkan hasil penelitian bahwa suku Dayak yang beragama Islam mempunyai konsep diri yang cukup bagus. Mereka dapat megenal dirinya sendiri dan tidak malu mengakui keberadaannya sebagai suku Dayak yang beragama Islam. Konsep diri ini meliputi:
1.  Physical self (diri secara fisik)
Yaitu penilaian individu terhadap fisik yang dimiliki. Dalam hal ini individu dapat menerima keadaan fisik yang dimilikinya. Semua subjek merasa keadaan fisik yang dimilikinya tidak jauh berbeda dengan orang Indonesia pada umumnya. Memiliki dimensi tubuh ideal, tidak kurang satu apapun dengan karakteristik seperti mata sipit, kulit kuning, fisik yang kuat dan besar, dan cara berpakaian berwarna mencolok.
Secara umum suku Dayak memiliki penampilan fisik yang sama dengan orang Indonesia pada umumnya, tetapi suku Dayak memiliki beberapa keunikan antara lain berwajah bulat, bermata sipit, berkulit putih kekuning-kuningan, berambut hitam dan mempunyai tubuh yang kuat. Subjek menggambarkan dirinya secara fisik tidak jauh berbeda dengan orang pada umumnya. Subjek mengakui kalau mempunyai kekurangan, tetapi kekurangan yang dimiliki tidak mengganggu penampilan dan aktivitas sehari-hari. Selain itu, subjek bersyukur atas segala yang diberikan Tuhan.
Pembentukan konsep diri secara fisik ini merupakan bagian dari komponen afeksi. Yakni penilaian individu terhadap diri sendiri. Penilaian ini akan membentuk penerimaan terhadap diri dan harga diri seseorang.
2.  Family self (diri secara keluarga)
Yaitu keadaan individu di dalam keluarganya, misalnya adanya penerimaan keluarga terhadap keberadaan individu sebagai anggota keluarga. Setelah menganut Islam subjek merasa tidak memiliki hambatan dalam berhubungan dengan keluarganya. Hal ini terlihat dari tidak mengurangi kedekatan dalam berkomunikasi dan peranan subjek yang selalu dibutuhkan oleh keluarganya.
Pola hubungan dan komunikasi yang terbuka menjadikan hubungan antara subyek dengan keluarga menjadi harmonis dan minim konflik. Proses inilah yang mengiringi pembentukan konsep diri yang positif dalam diri suku Dayak Islam.
Dukungan dari pihak keluarga menjadi salah satu faktor terpenting dalam pembentukan konsep diri. Seperti yang disebutkan oleh Mc Candless (dalam Pujijogyanti, 1995) mengatakan bahwa orang penting disekitar individu adalah orang tua dan saudara-saudara yang tinggal di bawah satu atap. Dari merekalah secara perlahan-lahan individu membentuk konsep diri. Segala sanjungan, senyuman, pujian dan penghargaan, akan menyebabkan penilaian positif terhadap individu. Sedangkan ejekan, cemoohan dan hardikan, akan menyebabkan penilaian yang negatif terhadap dirinya.
3.  Social self  (diri secara sosial)
Yaitu keadaan individu di dalam masyarakat. Keempat subjek memiliki social self yang lebih baik setelah masuk agama Islam karena dengan masuk Islam subjek sering mengikuti kegiatan kegiatan kemasyarakatan.
Pembentukan konsep diri dalam hubungannya secara sosial ternyata dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis dan internalisasi yang merupakan produk sosial. Ada perubahan konsep diri yang dialami oleh subyek sebagai suku Dayak setelah memeluk agama Islam.  Secara perlahan, subyek bisa membuka diri, berkomunikasi dengan luar dan bersosialisasi dengan masyarakat.
Lindgren (dalam Pudjijogyanti, 1995) menyatakan bahwa konsep diri seseorang terbentuk karena adanya interaksi seseorang dengan orang-orang di sekitarnya. Dari interaksi ini lahirlah struktur, peran dan status sosial seseorang.
4.  Personal self  (diri secara pribadi)
Yaitu sikap individu terhadap dirinya baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam menjalani kehidupan kadang muncul ketidakyakinan atas kemampuan dalam diri yang bisa menghambat proses pengembangan diri.
Hal ini juga dialami oleh subyek penelitian dimana ketidakyakinan atas kemampuan diri yang ada menyebabkan munculnya rasa cemas dan takut dalam diri subyek. Menurut Pudjijogyanti (1995), konsekuensi dari adanya dilema dan kesadaran individu terhadap kualitas kemampuannya menyebabkan individu lebih suka tidak mewujudkan kemampuannya, sebab hal ini dipandang tidak menuntut kerja keras. Padahal ketidakinginan untuk bekerja keras akan menyulitkan individu untuk mengembangkan diri. 
5.  Moral ethical self  (diri secara etika moral)
Yaitu gambaran individu terhadap hubungannya dengan Tuhan dan peraturan yang berlaku. Keempat subjek cukup konsisten dalam menjalankan perintah-Nya. Hal ini terlihat dari usaha subjek yang memperdalam tentang agama Islam baik melalui pengajian, dakwah, maupun buku-buku keagamaan.
Keidentikan suku Dayak dengan penduduk lokal Kalimantan yang beragama Kristen atau yang beragama adat pada awalnya menjadikan masalah tersendiri. Keyakinan akan beragama sebagai sebuah hak azasi menjadikan subyek mampu untuk menghindari konflik tersebut.
Pengalaman spiritual yang dialami subyek menjadi motivasi tersendiri bagi subyek untuk mendalami agama Islam. Motivasi untuk mendalami agama Islam ini diwujudkan dalam bentuk ibadah-ibadah dalam agama seperti sholat sunah dan wajib, membaca Al-Qur’an, serta memahami dan mengamalkan aturan-aturan yang berlaku didalam agama Islam.
Suku Dayak sebagai salah satu suku di Indonesia, merupakan suku terbesar yang menghuni pulau Kalimantan. Suku ini tersebar merata mulai dari Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Timur. Suku Dayak umumnya tinggal di daerah aliran sungai dan daerah pantai.
Menurut kepercayaan Dayak, asal–usul nenek moyang suku Dayak diturunkan dari langit yang ketujuh ke dunia dengan menggunakan Palangka Bulau (tandu suci yang terbuat dari emas). Mereka diturunkan dari langit ke dunia di empat tempat yaitu: di Tantan Puruk Pamatuan di hulu Sungai Kahayan dan Barito, di Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting (Bukit Kaminting), di Datah Takasiang, hulu sungai Rakaui (Sungai Malahui Kalimantan Barat), dan di Puruk Kambang Tanah Siang (hulu Barito). Dari tempat–tempat tersebut kemudian tumbuh dan berkembang dalam tujuh suku besar yaitu: Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan, Dayak Iban  dan Hebab, Dayak Klemantan atau Dayak Darat, Dayak Murut, Dayak Punan dan Dayak Ot Danum. (Cyberborneo, 2003).
Penyebaran Islam ini melalui interaksi dan pernikahan antara suku Dayak dengan suku pendatang yang beragama Islam seperti Madura, Jawa, Arab dan Melayu. Adanya interaksi dan perkawinan campuran tersebut banyak mendorong suku Dayak untuk masuk Islam, sedangkan suku Dayak yang tidak mau memeluk agama Islam umumnya menyingkir ke pedalaman dan mempertahankan adat istiadat. Sehingga terjadilah pameo, suku Dayak yang beragama Islam umumnya tinggal di pesisir pantai dan orang Dayak non Islam mengungsi di pedalaman.
Perkembangan zaman ternyata membawa pengaruh terhadap eksistensi atas identitas suku. Hal ini dapat dilihat bahwasannya tidak ada kecanggungan untuk mengenalkan diri sebagai suku Dayak meskipun telah beragama Islam.
Keberadaan suku Dayak yang beragama Islam merupakan hal yang berkaitan erat dengan konsep diri. Keterkaitan itu dapat diketahui dengan pemakaian atribut muslim oleh suku Dayak yang beragama Islam. Atribut tersebut dapat berupa jilbab, songkok, baju koko, sarung dan baju muslimah. Menurut Pudjijogyanti (1995), konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Brooks (Rakhmat, 2000) yang menyatakan bahwa konsep diri sebagai persepsi mengenai diri individu baik secara fisik, psikis dan sosial yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain.
Berzonsky (Cahyaningrum, 2002) menyatakan lebih lanjut bahwa ada empat aspek konsep diri, yaitu :
1. Aspek fisik yaitu penilaian seseorang terhadap sesuatu yang dimilikinya.
2. Aspek psikis yaitu meliputi pikiran, perasaan dan sikap terhadap dirinya.
3. Aspek sosial yaitu peranan sosial yang dimainkan individu dan penilaian orang lain terhadap perannya.
4. Aspek moral yaitu meliputi nilai– nilai dan prinsip–prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang.
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Bagaimana individu memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan kemampuannya. Demikian pula sebaliknya apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuan. Pandangan individu tentang dirinya tersebut dipengaruhi oleh peristiwa belajar dan pengalaman, terutama yang berhubungan erat dengan dirinya, seperti harga diri, kegagalan dan kesuksesan (Surachman dalam Rahmah, 2003).
Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak
http://dayakwestborneo.blogspot.com/2011/11/konsep-diri-etnis-dayak-yang-beragama.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Violin Plot with Observation

Sejarah dan Perkembangan Search Engine

Proposal AnakKampus.com